Hari ini, Google menampilkan sketsa dari potret seorang tokoh pahlawan perempuan negeri RA Lasminingrat di beranda utamanya, yakni Google Doodle dalam memperingati ulang tahun Lasminingrat yang ke- 169. Lantas, siapakah RA Lasminingrat?
Jauh sebelum RA Kartini dan Dewi Sartika, Raden Ayu Lasminingrat ini dikenal sebagai pelopor pendidikan dan tokoh intelektual perempuan pertama di Indonesia
Dilahirkan pada tahun 1843 di Garut, Jawa Barat, Lasminingrat merupakan putri sulung dari pasangan Raden Haji Moehammad Moesa dan Raden Ayu Ria, seorang tokoh dan sastrawan Sunda di abad 19.
Sadar akan pentingnya pendidikan terlebih untuk sang putrinya, maka ayah Lasminingrat mendirikan sekolah yang digurui oleh seorang Sekretaris Jenderal Pemerintah Hindia Belanda, Levyson Norman yang merupakan kenalan baiknya.
(Baca juga: Ini Sejarah “Kolak”, Menu Primadona di Saat Ramadhan)
Alhasil, Lasminingrat tercatat sebagai pribumi satu – satunya pada saat itu yang pandai menulis dan berbahasa Belanda, yang kemudian menjadikan Lasminingrat memiliki angan mulia, yakni memajukan peranan dan kesetaraan derajat perempuan Nusantara.
Pada 1871, ia kembali dan menetap di Pendopo Kabupaten Garut. Menulis dan menerbitkan buku Carita Erman, terjemahan dari Christoph von Schmid pada 1876.
Buku tersebut telah tercetak 6.015 eksemplar dengan aksara Jawa, dicetak ulang pada 1911 dan 1922 dalam aksaran Latin.
Perjuangan untuk Pendidikan Perempuan
Lasminingrat menikah dengan Bupati Garut, Raden Adipati Wiratanudatar VII, yang kemudian menghentikan aktivitas menulis atau kepengarangannya.
Fokus memperjuangkan pendidikan bagi perempuan Sunda, dan terwujud pada 1907 ketika mendirikan Sakola Kautamaan Istri di ruang gamelan Pendopo Kabupaten Garut. Berkembang secara pesat dan memiliki anak didik sebanyak 200 orang pada 1911.
(Baca juga: Tuan MH Manullang, Wartawan Pejuang Selayaknya Pahlawan Nasional)
Sekolah yang menjadi angan mulianya itu diberikan pengesahan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada 1913, yang kemudian beberapa cabang sekolah tersebut mulai dibangun seperti di Wetan Garut, Bayongbong, dan Cikajang.
Para siswi diajari segala hal tentang kehidupan rumah tangga seperti memasak, mencuci, menjahit pakaian, dan sebagainya.
Tokoh perempuan pertama di Indonesia ini pun meninggal pada 10 April 1948 di usia 94 tahun, dan dikebumikan tepat di belakang Masjid Agung Garut. Cita – cita mulianya pun diteruskan oleh sang kerabat, yakni Purnacyrfilm maningrat.
Referensi: Wikipedia