Baca di Tebet, Oase Pustaka di Kota Jakarta

Momen diskusi membaca karya dan sosok Hudan Nur, hanyalah satu dari banyak agenda Baca di Tebet {BDT). Tempat diskusi berbagai komunitas ini juga jadi ajang kongkow di ibukota.

Tak terasa hampir setahun rumah Baca di Tebet ini beraktivitas dan beroperasi. Sejak tahap pembangunan di akhir 2020 dan awal 2022 saja tempat ini banyak aktivis pustaka yang mampir dan singgah.

Bacaan Lainnya

Di tempat yang juga berdiri Makan di Tebet itu diprakarsai oleh aktivis pustaka Wien Muldian dan Kanti W. Janis, menjadi oase nyaman bagi para pengunjungnya. Dari literasi, singgah dan makan hingga ruang baca juga ruang ekspresi bagi pengunjungnya.
Di tempat itu, berbagai komunitas telah berjumpa dan menggelar acara.
Sabtu sore itu pun (3/6), seperti momen dan hari yang lain, Ruang Roy BB Janis di lantai dua yang menjadi ruang beranda dan pintu masuk perpustakaan itu, telah dijadikan arena diskusi karya penyair Banjarbaru, Hudan Nur.
Dengan menghadirkan pembicara antara lain Ita Siregar, Kurnia Effendi, dimoderatori Capung Suprayogi, diskusi ini bahkan merupakan bagian dari Seri Proses Kreatif Penulis#4 dan.menjadi agenda rutin Baca di Tebet.
Diskusi kali ini yang mengusung tema Perempuan Aktivis, Komunitas, dan Lokalitas pada sosok Hudan Nur tersebut berlangsung selama tiga jam.
Para pembicara yang dipilih oleh penyelenggara acara adalah rekan Hudan yang telah lama mengenal sosok Hudan, baik dari segi karya maupun pribadinya.

Foto: Dok. BDT – Para penulis dan aktivis sastra yang membahas karya Hudan Nur d Baca di Tebet, Sabtu sore (3/6)

Segala aktivitas Hudan dari soal sastra hingga aktivitasnya di sastra dan di bidang lain selama dua dekade pun disorot.
Sastrawan Kurnia Effendi, mengatakan, Hudan yang sejak 15 tahun lalu telah dikenalnya sebagai penyair Banjarbaru itu pernah diminta olehnya untuk mengirimkan 10 puisi Hudan pada November 2018, untuk tampil di Majas edisi perdana – majalah sastra dan gaya hidup yang digagas oleh Ana Mustamin New, Kurniawan Junaedhie, Agnes Majestikan, Valent Mustamin, termasuk juga Kurnia Effendi – kerap disapa KEF.
Sedangkan Ita Siregar mengatakan sosok Hudan sebagai pecinta kata-kata, pemerhati keluarga, dan aktivis multi kegiatan di daerahnya. “Di perjalanan pagi tadi, saya sempat melihat Hudan mengontak anaknya dengan panggilan video,” ungkapnya.
Hadir di acara itu, antara lain Pemimpin Redaksi Perpusnas Press Edi Wiyono, Yogi CNN Indonesia, Debra H. Yatim, Stebby Julionatan, Endah Sulwesi, Mahwi Air Tawar, Edrida Pulungan, Angga, termasuk Kanti W Janis dan Wien Muldian.

Foto: Dok.BDT – Suasana diskusi di BDT.

Acara itu kemudian mengupas aktivitas Hudan yang kerap tampil lintas komunitas dan aktivitas.
Hudan sering terlibat sebagai pegiat budaya dan kemasyarakatan di lingkungan tempatnya tinggal. Sesekali dia pun ikut mengadvokasi kelompok masyarakat dan mengurai jalan untuk kelompok itu agar makin bertumbuh mekar.

BDT dan Arena Komunitas

Wien bahkan turut mengemukakan pandangannya bahwa saat ini hampir semua komunitas sibuk dengan dirinya masing-masing.
Konten komunitas yang dikerjakan hampir tidak kontekstual dengan masyarakat, tambah Wien.
“Bagaimana konten komunitas bisa kontekstual dengan masyarakat bila konten mereka tidak kontekstual. Yang terjadi malah pemaksaan konten. Masyarakat diminta untuk memahami apa yang dikerjakan komunitas, sementara komunitas abai memahami kontekstual masyarakat. Sehingga sibuk dengan imajinasinya masing-masing,” papar Wien lagi.

Foto: Dok. BDT – Momen diskusi di Baca di Tebet.

Sesungguhnya, apa yang dipaparkan Wien itu memerlihatkan bagaimana ciri yang dipilih oleh BDT. Itu juga sosok yang diundang oleh BDT yaitu kiprah Hudan Nur.
Tempat ini memang telah lama dijadikan arena peluncuran buku terbitan berbagai kelompok dan komunitas dari sosial, politik hingga kebudayaan.
Sebut saja Perhimpunan Penulis ALINEA yang juga pernah menggelar acara peluncuran buku bertajuk “Cinta yang Memulihkan”.
Buku terbitan Gramedia Pustaka Utama ini berisikan kumpulan cerita pendek.
Selain dijadikan sekretariat Indonesian Writers Inc (IWI), di tempat ini juga digelar workshop kepenulisan, jumpa para tokoh sosial dan politik hingga kebudayaan termasuk seni musik, film dan berbagai genre lainnya itu. Berderet acara dan aktivitas yang tak lagi dapat dibeberkan saking banyak dan beragamnya.
Latar Wien yang pernah berkerja di beberapa lembaga sebagai pustakawan plus Kanti yang hingga sekarang masih aktif di dunia penulisan, advokasi lingkungan, sosial dan politik ini telah menjadikan tempat ini hidup dan dinamis. Semoga aktivitas ini terus berlanjut dan menjadikan BDT menjadi bagian pendorong dunia baca, pustaka dan literasi di negeri kita…@

Pos terkait

Tinggalkan Balasan