Jakarta – Kesedihan yang mendalam dirasakan dua anaknya, tengah perceraian kedua pasangan suami-istri Farid dan Kimia.
Inilah yang terjadi pada kakak beradik yang harus terbagi dua, si Abang, Taha rencananya ikut ke ayah dan adiknya Alisan, ikut ke bunda mereka.
Film yang ditulis dan disutradarai oleh Babak Khajehpasha dan diproduseri oleh Mohammad Reza Mesbah and Sajjad Nasrollahi ini
mampu membetot nurani penonton ketika menyelami suasana kejiwaan Taha dan Alisan berduka harus berpisah. Hingga terjadi dua kejadian nyaris tenggelam di kolam hingga dikira terhanyut di sungai. Sang Paman, Reza ikut kalut menghadapi prahara rumahtangga abang dan kakaknya ini.
Film bertajuk In The Arms of the Tree yang diinisiasi Faķultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta (FFTV IKJ) digelar di Art Sinema Ruang Sjumandjaja, Insitut Kesenian Jakarta, (24/2/2025).
Babak Khajehpasha yang hadir dan ngobrol akrab seusai pemutaran film di acara bertajuk “Iran dan Indonesia Movie Week 2025” dalam rangka 75;tahun hubungan diplomatik Indonesia-Iran (1950-2025) ini menjadi momen menarik karena Pasha – nama panggilan Babak Khajehpasha – berbagi pengalaman dan pandangan tentang proses kreatifnya.
Pasha di film ini juga memberikan kesempatan perenungan bagi para penonton untuk merenungkan resiko sebuah perceraian. Dalam rencana perceraian pun anak anak menjadi korban.
Ya, penonton sempat dibuat kesal di antara niat bercerai dan anak anak yang harus terpisah karena dibagi dua apakah ikut si bapak atau si ibu.
Percaya Diri dan Menghayati Lingkungan
“Dalam membuat film saya tak berpikir apakah harus mengikuti karya sutradara terkenal tapi yang penting justru mendalami masyarakat dan apa yang terjadi di tengah mereka untuk mendorong kita berkarya. Saat menulis naskah film bagaimana naskah itu dapat saya hayati sebelum jadi tulisan di film,” ujarnya di acara yang didukung oleh Cultural Councelorship Embassy of Islamic Republic of Iran dan Kementerian Kebudayaan Indonesia itu.
Dia menambahkan, kalau kita lihat sutradara dunia, mereka tak meniru tapi film yang mereka ciptakan adalah film yang berkecamuk di hati dan pikirannya barulah dibawa ke film.
Ketika seorang ingin menjadi sutradara, banyak sinema sudah ada dan lahir sebelum mereka. “Yang ingin saya katakan bahwa dunia hanya kenal dunia itu hanya di Hollywood. Padahal sinema itu tak terbatas, bukan hanya di Hollywood. Sinema ada di diri kita masing-masing. Bahkan sutradara terbesar di dunia akan muncul dari ruangan ini,” ujanrya.
Mungkin di media, banyak diangkat kebesaran tokoh lain, sehingga kita merasa diri kita sangat kecil ketimbang sutradara di luar. Bahkan kita berpikir, sampai muncul keminderan, entah karena alasan tak punya modal, alat terbatas atau kelemahan manajemen pemasaran.
Bagi Pasha, untuk masuk ke dunia film hal pertama adalah kepercayaan diri. Bahwa kita orang hebat itu hal pertama yang menjadi modal.
Bahkan film pun dimulai dari khayalan dan angan angan pikiran sebelum membuat film, dengan usaha dan jerih payah kita dapat mewujudkan semua itu di masyarakat.
Kesamaan Film di Indonesia dan di Iran
Enam puluh tahun Iran mencari bentuknya sendiri. Tema yang kerap diangkat adalah tema kemanusiaan, tentang kisah cinta yang tak harus dengan adegan sensualitas untuk menyampaikan pesan kepada para penontonnya.
“Indonesia dan Iran sama tabunya untuk soal seks, karena tanpa hal itu pun kita tetap dapat menyampaikan pesan kepada penonton,” ujarnya.
Dia merasa bangga hadir dan datang ke negara muslim terbesar ini, dengan kedua latar sosial yang sama ini, dia berharap dua latar kesamaan negara ini, dapat terjadi interaksi saling membahas karya film dan kesusasteraan yang bermanfaat bagi kedua negara.
Pasha juga menyarankan agar para mahasiswa FFTV IKJ semakin terus berproses untuk mengenal negerinya dan mengenal dirinya sendiri. Menghasilkan film yang membaca realitas masyarakat di sekelilingnya sebab karya yang mandiri dan punya jati diri akan menghasilkan karya yang kuat dan khas.
Intinya, Pasha juga berharap di lima tahun ke depan, akan tampil seorang sutradara akan muncul di festival film internasional dan di kancah industri perfilman dunia.@