Perjalanan Tentrem Sri Minarsih merintis kayu lantung Bengkulu untuk memasarkan berbagai produk lokal dan khas ini sangat panjang.
Kayu yang bernama latin Artocarpus altilis yang menjadi tanaman endemik Bengkulu.
Sebut saja para perajin masyarakat Desa Kinal, Padang Guci. Komunitas penduduk di sana menjadikan kayu lantung sebagai pengolahan mereka. Pohon yang tumbuh liar di banyak tempat di Indonesia ini kemudian diambil kulitnya. Penyayatan dilakukan di bagian bawah batang utama, serupa mencangkok dan dilakukan tidak di satu lingkaran agar kambium dapat muncul kembali dan pohon tetap tumbuh karena kulitnya kembali menutup.
Dari kulit pohon liar menjadi karya seni kerajinan. Pengolahan ini sebenarnya sudah lama dilakukan oleh banyak orang. Yang dilakukan Sri adalah menambah nilai dari kayu lantung agar dapat diubah dalam banyak karya kerajinan. Sebut saja bahan kanvas lukisan, hiasan dinding, topi, tas, aksesori hingga tempat pulpen.
Belasan tahun Sri menjalani usaha kerajinan dan memproduksinya secara terbatas, tidak massal, limited edition, Tujuannya yang tak pernah patah adalah mengenalkan kerajinan kulit lantung Bengkulu. Dia pernah berharap agar bahan baku penanaman kayu pohon lantung dan usaha kerajinan itu dapat berlanjut dan dilestarikan. “Yang paling utama, saya ingin mengangkat Bengkulu dengan kerajinan kulit lantungnya,” ujar perempuan ini, beberapa tahun silam.
(Baca juga: Belanja di Rumah Mode Bandung)
Tetap Semangat
Harapan perempuan kelahiran Grobogan, Jawa Tengah, 8 Agustus 1959 ini agar karya yang diproduksi tetap dapat mengikuti senim, tren dan fashion yang ada. Terbukti, Sri pernah mengikuti berbagai event pameran berskala nasional dan internasional. Dia pernah berpameran dalam sebuah ajang bisnis UKM di Yogyakarta, Inacraft, juga Trade Expo Indonesia yang digelar di Jakarta. Bahkan bertahun-tahun, hasil kerajinannya dipasarkan di Gedung Smesco Indoneia Jl Gatot Subroto Kav 94 Jakarta Pusat.
Meski kondisi pandemi sedang berlangsung, bahkan mengalami jatuh bangun dalam dunia usaha, Sri tetap bersemangat. Usaha eksplorasi produk kerajinan yang dia jalankan selama belasan tahun untuk masyarakat menjadi alasan dia untuk bangkit. “Bulan depan mungkin saya akan menata display produk baru di Gedung Smesco,” ujar ibunda Bara Perdana Yustisia dan Dian Aroma Yustisia kepada anjangsana.id, Kamis (15/10).
Perempuan yang pasokan kerajinannya pernah digelar di di Pavilyun Bengkulu, Smesco (Small and Medium Cooperatives) di SME Tower, Jalan Jenderal Gatot Subroto Jakarta bersama perajin dan pengusaha lainnya itu tak gentar untuk berkreasi dan menggali inovasi bersama masyarakat Bumi Rafflesia.@